Archive for September 2018

  • Cokelat ♡

    1
    Ketika kamu melihat warna putih di depanmu,
    apa yang kamu pikirkan?
    Apakah kamu akan mengisi kekosongan warna itu?

    Ketika kamu melihat warna hitam di depanmu,
    apa yang kamu pikirkan?
    Bisakah kamu memberikan terang untuk warna itu?

    ***

    Bagaimana kalau warna cokelat?
    apa yang kamu pikirkan?
    Apa kamu benar-benar menganggapnya sebuah warna?
    Atau sebuah makanan?

    Saya sendiri berpikir bahwa cokelat adalah warna yang bisa dimakan.
    Rasanya manis,
    dan saya suka.

    .

    Saya sendiri berpikir bahwa kamu adalah seseorang yang selalu saya perhatikan.
    Senyumanmu manis,
    dan saya suka.

    ***

    Ketika kamu menyukai seseorang,
    apa yang kamu lakukan?
    Apakah kamu ingin mendapatkannya? 

    Bagaimana kalau dia sudah menjadi milikmu?
    apa yang kamu lakukan?
    . . .

     ***

    Ketika saya masih duduk di bangku kelas 3 SMP, saya sangat menyukai cokelat.
    Selalu setiap istirahat saya membeli jajanan yang mengandung unsur cokelat.
    Dan saya sangat senang ketika orang lain memberikan saya cokelat.
    Apalagi kalau yang memberi saya cokelat adalah orang yang saya suka.
    Bayangkan, orang yang kamu suka memberikan sesuatu yang kamu suka.
    It feels like we can fly without wing.
    Jangan hanya dibayangin deh, didoakan saja semoga bisa benar terjadi.

    ***

    Kelas 3 SMP,
    adalah saat-saat dimana saya adalah seorang pecandu game.
    Berat. Sangat sulit lepas.
    Saking candunya, disaat ada pelajaran pun masih saya mainkan.
    Smartphone saya sudah berkali-kali diambil dari saya dan menginap di sekolah.
    Dan sekarang saya baru menyadari betapa bodohnya saya saat itu.

    Di semester kedua,
    saya menjadi seller diamond game yang saya mainkan.
    Satu angkatan di sekolah saya yang juga bermain game yang sama, membeli diamond ke saya.
    Hingga akhirnya suatu hari saya bertemu dengan buyer yang sangat maniak.
    Dia selalu membeli dalam jumlah banyak,
    dan terus menerus.
    Mungkin saja dia sultan,
    tapi saya tidak tega kalau uangnya habis hanya untuk sebuah permainan.
    Saya selalu menolak ketika ia ingin membeli.
    Tapi mungkin karena itu kami jadi dekat.

    1 bulan sebelum Ujian Nasional,
    saya memutuskan untuk benar-benar fokus ujian.
    Saya tinggalkan semua kebiasaan buruk saya.
    Saya bukan lagi seorang pecandu game.
    Saya bukan lagi seorang seller.
    Saya bukan lagi seorang yang selalu tidur larut untuk push rank.
    Saya bukan lagi seorang yang selalu bangun kesiangan.
    Dan saya adalah orang yang butuh semangat.

    Di sekolah, saya selalu mencari orang yang sekiranya ketika saya memandangnya, saya jadi semangat.
    Geli sih memang kedengarannya, tapi itulah kenyataannya.

    Dan ternyata memang benar-benar ada,
    seseorang yang kemudian menjadi salah satu orang yang saya suka,
    memberikan sesuatu yang saya suka.
    Cokelat.
    Dan pemberinya adalah seorang buyer maniak.
    Kalau diingat-ingat lagi, dulu saya sangat memprihatinkan.
    Karena cokelatnya harus diambil sendiri dari kelasnya, jadi seakan-akan saya yang meng'apel'i.
    Dan karena itu saya menjadi bahan cie-ciean teman di kelasnya,
    "Masa cewe yang ngapel?"

    2 Minggu sebelum Ujian Nasional,
    dia menyatakan perasaannya pada saya dan bertanya apakah saya mau menjadi pacarnya atau tidak.
    Saat itu saya sangat bingung,
    karena saya sendiri punya artian kata 'suka' dalam makna yang berbeda-beda.
    Dan kalau ditanya mau jadi pacar atau tidak,
    saya akan memilih jawaban ya untuk orang yang saya sukai dalam artian saya benar-benar menyayanginya.
    Bagi saya saat itu, sang buyer maniak itu adalah seseorang yang saya sukai dalam artian saya mengagumi kepribadiannya.
    Tapi kemudian saya mencari masukan-masukan dari beberapa teman, dan saya juga bertanya,
    "Kira-kira kalau punya pacar itu untuk apa?"
    Dan jawaban yang paling berkesan saya dapatkan adalah,
    "Pacar itu sebagai motivasi"
    Jawaban itu akhirnya saya jadikan sebagai jawaban saya untuknya.
    Akhirnya saya berpikir bahwa dialah motivator saya untuk Ujian Nasional nanti.
    Kalau biasanya putus disaat-saat sebelum UN karena mau fokus UN, saya malah kebalikannya.
    Dan benar saja, saya benar-benar semangat belajar setelah itu. 
    Pacaran saya saat itu sama sekali tidak ada kata romantis sepertinya.
    Mungkin itu karena saya yang terlalu fokus pada tujuan berpacaran, yaitu sebagai motivator saya untuk Ujian Nasional.

    1 Bulan setelah itu.
    Saya sudah menjalani Ujian Nasional dengan lancar,
    saya sangat lega,
    karena setidaknya saya mengerjakan semuanya dengan usaha saya sendiri.
    Hingga hari kelulusan tiba,
    saya mulai berpikir bahwa tugas motivator saya sudah selesai.
    Saya bilang padanya demikian,
    dan mungkin dia merasa sedih saat itu.
    Bodohnya saya saat itu yang masih lugu dan selalu berkata apa adanya pada orang lain.
    Sampai akhirnya beberapa hari setelah kelulusan,
    menjadi hari pertama dan terakhir kami nge-date.
    Terakhir? Kenapa?
    Orang tua saya amat sangat protektif.
    Bulan Mei 2018 sedang ada bom di daerah Jakarta.
    Padahal yang seharusnya saya menikmati masa-masa libur kelulusan saya,
    saya tidak diperbolehkan kemanapun oleh orang tua saya.
    Tapi akhirnya saya dijemput sama dia, dan dia ijin langsung ke orang tua saya.
    Orang tua saya akhirnya mengizinkan, tapi tidak boleh sore-sore.
    Pulangnya, saya sampai rumah jam 17:30, dan saya ditegur dan dinasehati panjang lebar oleh orang tua saya.
    Saya merenungkannya,
    dan besoknya saya putuskan dia.
    Bukan karena masalah yang berat,
    dan salah satunya karena tugasnya sebagai motivator sudah selesai.
    Kami berpisah baik-baik.

    Sampai akhirnya pengumuman hasil Ujian Nasional tiba.
    Saya bersyukur,
    dengan kemampuan saya yang bisa dibilang pas-pasan dan tobat saat 1 bulan sebelum ujian terlaksana,
    hasilnya bisa dibilang cukup memuaskan.
    Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada motivator saya saat itu.

    ***

    Demikianlah catatan masa lalu saya.
    Mungkin kalian bisa menggunakan alasan saya berpacaran.
    Tapi saya sarankan, berpacaran dengan orang yang kamu sukai dalam artian kamu benar-benar menyayanginya.

    Dalam artikel kali ini saya  juga ingin menyampaikan maaf,
    atas keluguan saya saat itu.
    Terkhusus untuk orang yang bersangkutan.
    Dan terimakasih banyak karena sudah sangat berjasa menjadi motivator saya saat itu.

    ***

    Bagi saya,
    Pacar adalah sebuah motivasi,
    bukan pemecah konsentrasi.

    Ketika kamu menyukai seseorang,
    apa yang kamu lakukan?
    Apakah kamu ingin mendapatkannya? 

    Bagaimana kalau dia sudah menjadi milikmu?
    apa yang kamu lakukan?
    . . .

    ~~~

    Bayangkan,
    orang yang kamu suka memberikan sesuatu yang kamu suka.
    It feels like we can fly without wing.
    Jangan hanya dibayangin deh, didoakan saja semoga bisa benar terjadi.
  • Copyright © - Sebuah Jurnal Motivasi ♡

    Sebuah Jurnal Motivasi ♡ - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan